Thursday, October 27, 2011
Aktiva Tetap
Monday, October 17, 2011
Non Ilmiah
"Karangan Bunga dari Menteri"
Ah elu! Empat-empet-empat-empet aje dari tadi! Empet kenape Sit?”
Di tengah pesta nikah putrinya, di gedung pertemuan termewah di Jakarta, Siti merasa perutnya mual. Tadi pun belum-belum ia sudah tampak seperti mau muntah di wastafel.
”Emang elu bunting Sit?” Ira main ceplos aje ketika melihatnya.
”Bunting pale lu botak! Gue ude limapulu, tau?”
”Yeeeeeee! Mane tau elu termasuk keajaiban dunie!”
Usia 50, hmm, 25 tahun perkawinan, seperti baru sekarang ia mengenal sisi yang membuatnya bikin muntah dari suaminya.
”Bikin muntah?”
”Yo-i! Bikin muntah….
Hueeeeeekkk!”
Perutnya mual, begitu mual, bagaikan tiada lagi yang bisa lebih mual. Meski sebegitu jauh tiada sesuatu pun yang bisa dimuntahkannya.
”Bagaimana tidak bikin muntah coba!”
”Nah! Pegimane?”
***
Waktu masih SMU, Siti pernah diajari caranya menulis naskah sandiwara dalam eks-kul, jadi sedikit-sedikit ia bisa menggambarkan adegan di kantor seorang menteri seperti berikut.
Seorang sekretaris tua, seorang perempuan dengan seragam pegawai negeri yang seperti sudah waktunya pensiun, membawa tumpukan surat yang sudah dipilahnya ke ruangan menteri.
Ia belum lagi membuka mulut, ketika menteri yang rambutnya tak boleh tertiup angin itu sudah berujar dengan kesal melihat tumpukan surat tersebut.
”Hmmmhh! Lagi-lagi undangan kawin?”
”Kan musim kawin Pak,” sahut sekretaris tua itu dengan cuek. Sudah lima menteri silih berganti memanfaatkan pengalamannya, sehingga ada kalanya ia memang seperti ngelunjak.
”Musim kawin? Jaing kali’!”
Namanya juga menteri reformasi, doi sudah empet dengan basa-basi. Ia terus saja mengomel sambil menengok tumpukan kartu undangan yang diserahkan itu. Satu per satu dilemparkannya dengan kesal.
”Heran, bukan sanak bukan saudara, bukan sahabat apalagi kerabat, cuma kenal gitu-gitu aja, kite-kite disuru dateng setiap kali ada yang anaknya kawin. Ngepet bener. Mereka pikir gue kagak punya kerjaan apa ya? Memang acaranya selalu malam, tapi justru waktu malam itulah sebenarnya gue bisa ngelembur dengan agak kurang gangguan. Negeri kayak gini, kalau menteri-menterinya nggak kerja lembur, kapan bisa mengejar Jepang?”
Perempuan tua itu tersenyum dingin sembari memungut kartu-kartu undangan pernikahan yang berserakan di mana-mana.
”Ah, Bapak itu seperti pura-pura tidak tahu saja….”
Belum habis tumpukan kartu undangan itu ditengok, sang menteri menaruhnya seperti setengah melempar ke mejanya yang besar dan penuh tumpukan berkas proyek, yang tentu saja tidak bisa berjalan jika tidak ditandatanganinya.
”Tidak tahu apa?”
Menteri itu memang seperti bertanya, tapi wajahnya tak menunjukkan bahwa ada sesuatu yang tidak diketahuinya.
”Masa’ Bapak tidak tahu?”
”Coba Ibu saja yang bilang!”
Perempuan berseragam pegawai negeri itu hanya tersenyum bijak dan menggeleng. Pengalaman melayani lima menteri sejak zaman Orde Baru, membuatnya cukup paham perilaku manusia di sekitar para menteri. Baginya, menteri reformasi ini pun tentunya tahu belaka, mengapa sebuah acara keluarga seperti pernikahan itu begitu perlunya dihadiri seorang menteri, bahkan kalau perlu bukan hanya seorang, melainkan beberapa menteri!
Ia ingin mengatakan sesuatu, tetapi menteri itu sudah bergegas lari ke toilet pribadinya. Dari luar perempuan berseragam pegawai negeri itu seperti mendengar suara orang muntah.
”Hueeeeeeekkkk!!!”
Perempuan itu masih tetap berada di sana ketika menteri tersebut muncul kembali dengan mata berair.
”Bapak muntah?”
Menteri yang kini rambutnya seperti baru tertiup angin kencang, meski hanya ada angin dari pendingin udara di ruangan itu, membasuh air di matanya dengan tissue.
”Sayang sekali tidak,” jawabnya, ”kok masih di sini Bu?”
”Kan Bapak belum bilang mau menghadiri undangan yang mana.”
”Hadir? Untuk apa? Cuma foto bersama terus pergi lagi begitu,” kata menteri itu seperti ngedumel lagi.
“Jadi, seperti biasanya? Kirim karangan bunga saja?”
”Iyalah.”
”Bapak tidak ingin tahu siapa-siapa saja yang mengundang?”
”Huh!”
Sekretaris tua itu segera menghilang ke balik pintu. Menteri itu menggeleng-gelengkan kepala tak habis mengerti. Kadang-kadang orang yang mengawinkan anak ini tak cukup hanya mengirim undangan, melainkan datang sendiri melalui segala saluran dan berbagai cara, demi perjuangan untuk mengundang dengan terbungkuk-bungkuk, agar bapak menteri yang terhormat sudi datang ke acara pernikahan anak mereka.
Apakah pengantin itu yang telah memohon kepada orangtuanya, agar pokoknya ada seorang menteri menghadiri pernikahan mereka?
”Jelas tidak!”
Menteri itu terkejut mendengar suaranya sendiri. Ia merasa bersyukur karena sekretaris tua yang tiba-tiba muncul lagi itu tidak mendengarnya.
”Apa lagi Bu?”
”Karangan-karangan bunga untuk semua undangan tadi….”
”Ya kenapa?”
Menteri itu melihat sekilas senyum merendahkan dari perempuan berseragam pegawai negeri tersebut.
”Mau menggunakan dana apa?”
Menteri itu menggertakkan gerahamnya.
”Pake nanya’ lagi!”
***
Seperti penulis skenario film, Siti bisa membayangkan adegan-adegan selanjutnya.
Pertama tentu pesanan kepada pembuat karangan bunga. Karangan bunga? Hmm. Maksudnya tentu bukan ikebana yang artistik karena sentuhan rasa, yang sepintas lalu sederhana, tetapi mengarahkan pembayangan secara luar biasa. Bukan. Ini karangan bunga tanpa karangan. Tetap sahih meskipun buruk rupa, karena yang penting adalah tulisan dengan aksara besar sebagai ucapan selamat dari siapa, dan dari siapa lagi jika bukan dari Menteri Negara Urusan Kemajuan Negara Bapak Sarjana Pa.B (Pokoknya Asal Bergelar), yang berbunyi SELAMAT & SUCCESS ATAS PERNIKAHAN PAIMO & TULKIYEM, putra-putri Bapak Pengoloran Sa.L (Sarjana Asal Lulus) Direktur PT Sogok bin Komisi & Co.
Lantas karangan bunga empat persegi panjang yang besar, memble, hanya mengotor-ngotori dan memakan tempat, boros sekaligus mubazir, dalam jumlah yang banyak dari segala arah, berbarengan, beriringan, maupun berurutan, akan berdatangan dengan derap langkah maju tak gentar diiringi genderang penjilatan, genderang ketakutan untuk disalahkan, dan genderang basa-basi seperti karangan bunga yang datang dari para menteri, memasuki halaman gedung pernikahan yang telah menjadi saksi segala kepalsuan, kebohongan, dan kesemuan dunia dari hari ke hari sejak berfungsi secara resmi.
Satu per satu karangan bunga itu akan diurutkan di depan atau di samping kiri dan kanan pintu masuk sesuai urutan kedatangan, agar para tamu resepsi bisa ikut mengetahui siapa sajakah kiranya yang berada dalam jaringan pergaulan sang pengundang.
”Bukan ikut mengetahui,” pikir Siti, ”tapi diarahkan untuk mengetahui. Tepatnya dipameri. Ya, pamer. Karangan bunga untuk pamer.”
Siti jadi mengerti, tak jadi soal benar jika tidak dihadiri menteri, asal para tamu melihat sendiri, bahwa memang ada karangan bunga dari menteri. Ini juga berarti para pengundang seperti berjudi, tanpa risiko kalah sama sekali, karena meski yang diundang adalah sang menteri, yang datang karangan bunganya pun jadi!
Begitulah, saat karangan-karangan bunga itu datang, Siti telah mengaturnya sesuai urutan kedatangan. Ia mencatat dari siapa saja karangan bunga itu datang, karena ia merasa sepantasnyalah kelak membalasnya dengan ucapan terima kasih, atau mengusahakan datang jika diundang pihak yang mengirim karangan bunga, atau setidaknya mengirimkan karangan bunga yang sama-sama buruk dan sama-sama mengotori seperti itu.
”Ah, dari Sinta!”
Ternyata ada juga yang tulus. Mengirim karangan bunga karena merasa dekat dan betul-betul tidak bisa datang. Sinta, sahabat Siti semasa SMU, mengirim karangan bunga seperti itu. Dengan terharu, Siti menaruh karangan bunga dari Sinta di dekat pintu, antara lain juga karena tiba paling awal. Di sana memang hanya tertulis: dari Sinta; bukan nama-nama dengan embel-embel jabatan, nama perusahaan atau kementerian dan gelar berderet.
Tiga karangan bunga dari menteri, karena datangnya cukup siang, berada jauh di urutan belakang, nyaris di dekat pintu masuk ke tempat parkir di lantai dasar. Siti tentu saja tahu suaminya telah mengundang tiga orang menteri, yang proyek-proyek kementeriannya sedang ditangani perusahaan suaminya itu. Suaminya hanya kenal baik dengan para pembantu menteri tersebut, meski hanya tanda tangan menteri dapat membuat proyeknya menggelinding. Tentu pernah juga mereka berdua berada dalam suatu rapat bersama orang-orang lain, tetapi sudah jelas bahwa menteri yang mana pun bukanlah kawan apalagi sahabat dari suaminya itu. Sama sekali bukan.
Maka, dalam pesta pernikahan putri mereka, bagi Siti pun karangan bunga dari menteri itu tidak harus lebih istimewa dari karangan bunga lainnya.
Namun ketika suaminya datang memeriksa, Siti terpana melihat perilakunya.
Itulah, setelah 25 tahun pernikahan, masih ada yang ternyata belum dikenalnya.
Suaminya, yang agak gusar melihat tiga karangan bunga dari tiga menteri saling terpencar dan berada jauh dari pintu masuk, memerintahkan sejumlah pekerja untuk mengambilnya. Ia mengawasi sendiri, agar terjamin bahwa ketika melewati pintu masuk, setiap tamu yang datang akan menyaksikan betapa terdapat kiriman karangan bunga dari tiga menteri.
”Yang ini ditaruh di mana Pak?”
Siti melihat seorang pekerja bertanya tentang karangan bunga dari Sinta, sahabatnya yang sederhana, cukup sederhana untuk mengira karangan bunga empat persegi panjang seperti itu indah, dan pasti telah menyisihkan uang belanja agar dapat mengirimkan karangan bunga itu kepadanya.
”Terserahlah di mana! Pokoknya jangan di sini!”
Siti melihat suaminya dari jauh. Suaminya juga minta dipotret di depan ketiga karangan bunga itu!
Ia merasa mau muntah.
”Hueeeeeeeeeekkkk!!!”
***
Itulah yang terjadi saat Ira bertanya.
”Emang elu bunting, Sit?”
Semi Ilmiah
"Yaman di Titik Kritis" (Tajuk Rencana)
Pemerintah Yaman, kini, paling kurang menghadapi dua persoalan besar. Pertama, menghadapi kelompok Houthis yang sejak beberapa tahun terakhir mengangkat senjata menentang pemerintah pusat Sana’a. Kedua, menghadapi Al Qaeda yang telah membangun kekuatan di wilayah negara yang terletak di ujung selatan, Jazirah Arab, ini.
Hal itu menegaskan pandangan yang sudah beredar selama beberapa tahun belakangan bahwa Yaman telah menjadi semacam safe haven, tempat berlindung yang aman, bagi kelompok-kelompok yang memiliki hubungan dengan Al Qaeda.
Rencana peledakan itu telah mengungkapkan secara lebih rinci tentang kelompok tersebut. Kelompok ini telah membuat pemerintah Sana’a harus berjuang keras untuk mengatasinya, sementara AS sudah menyatakan tidak akan mengirim pasukan ke Yaman membantu pemerintah pimpinan Presiden Ali Abdullah Saleh.
Pemerintah Sana’a, yang sebenarnya kekurangan sumber daya untuk mengatasi kelompok Al Qaeda, pun harus hati-hati untuk meminta bantuan kepada AS. Jangan-jangan keputusan untuk membuka pintu bagi pasukan asing justru akan menjadi senjata bagi kelompok oposisi untuk meningkatkan perlawanan mereka kepada pemerintah.
Sementara itu, kelompok Houthis muncul sebagai bentuk protes terhadap pemerintah yang dianggap banyak melakukan penyelewengan: korupsi, memburuknya kondisi sosial masyarakat, sangat bergantung pada Arab Saudi dan AS, menekan kelompok Zaydi, Shiah, yang mendapat dukungan Iran. Kelompok ini sebenarnya sudah mengangkat senjata sejak tahun 1960-an.
Secara umum, sebenarnya gerakan bersenjata kelompok Houthis ini lebih merupakan reaksi terhadap pemerintah yang dianggap tidak berfungsi maksimal ketimbang gerakan yang bernuansa ideologis.
Akan tetapi, apa pun, gerakan mereka merepotkan pemerintah pusat. Tidak hanya itu. Gerakan bersenjata di perbatasan utara Yaman ini juga merepotkan Pemerintah Arab Saudi, yang memang berbatasan dengan Yaman. Tidak jarang, pasukan Arab Saudi terlibat kontak senjata dengan kelompok Houthis di sepanjang perbatasan.
Dua persoalan tersebut telah menempatkan pemerintah Sana’a pada posisi yang sulit. Negeri yang dikenal sebagai salah satu pusat peradaban di Timur Tengah itu kini di ambang kehancuran jika tidak mampu menanganinya. Bisa jadi, Yaman akan tergelincir seperti Somalia, yang bisa dikategorikan sebagai ”negara gagal” dan dikuasai oleh kelompok-kelompok bersenjata.
Ini tantangan besar yang harus diatasi oleh pemerintah Presiden Ali Abdullah Saleh.
Sunday, October 16, 2011
Wacana Ilmiah
Ilmiah adalah karangan ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta dan ditulis menurut metodolog penulisan yang baik dan benar. Adapun jenis karangan ilmiah yaitu:
- Makalah: karya tulis yang menyajikan suatu masalah yang pembahasannya berdasarkan data di lapangan yang bersifat empiris-objektif (menurut bahasa, makalah berasal dari bahasa Arab yang berarti karangan).
- Kertas kerja: makalah yang memiliki tingkat analisis lebih serius, biasanya disajikan dalam lokakarya.
- Skripsi: karya tulis ilmiah yang mengemukakan pendapat penulis berdasar pendapat orang lain dan terdapat data-data yang nyata.
- Tesis: karya tulis ilmiah yang sifatnya lebih mendalam daripada skripsi atau bisa juga pembahasan dari kelanjutan skripsi.
- Disertasi: karya tulis ilmiah yang mengemukakan suatu dalil yang dapat dibuktikan oleh penulis berdasar data dan fakta yang sahih dengan analisi yang terinci.
Belanja Modal merupakan belanja yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah serta akan menimbulkan konsekuensi menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan (Halim, 2004:73). Belanja Modal memiliki karakteristik spesifik yang menunjukkan adanya berbagai pertimbangan dalam pengalokasianya.
Dalam era desentralisasi fiskal diharapakan terjadinya peningkatan pelayanan diberbagai sektor terutama sektor publik. Konsekuesinya, pemerintah perlu untuk memberikan alokasi belanja yang lebih besar untuk tujuan ini. Dalam penciptaan kemandirian daerah, pemerintah daerah harus beradaptasi dan berupaya meningkatkan mutu pelayanan publik dan perbaikan dalam berbagai sektor. Tuntutan untuk mengubah struktur belanja menjadi semakin kuat, Khususnya pada daerah-daerah yang mengalami kapasitas fiskal rendah (Halim, 2001). Dalam upaya peningkatan kemandirian daerah pemerintah daerah juga dituntut untuk mengoptimalkan potensi pendapatan yang dimiliki dan salah satunya memberikan proporsi belanja modal yang lebih besar untuk pembangunan pada sektor-sektor yang produktif di daerah.
Kondisi pemerintahan kabupaten / kota di Provinsi Sumatera Utara juga demikian. Transfer Pemerintah Pusat dioptimalkan sebagai potensi pendapatan yang dimiliki untuk memberikan proporsi belanja modal yang lebih besar untuk pembangunan pada sektor-sektor yang produktif di daerah. Bantuan pemerintah pusat dan provinsi masih sangat diharapkan dalam menutupi sebagian besar pengeluaran pemerintah daerah. Pemerintahan kabupaten/ kota di Sumatera Utara masih harus bekerja keras dalam menggali dan mengembangkan potensi daerah yang dimiliki, untuk mewujudkan tujuan dari otonomi daerah, yaitu mampu meningkatkan kemandirian daerah dalam menjalankan pemerintahannya. Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan diatas, maka penulis tertarik untuk membuat suatu karya ilmiah berbentuk skripsi dengan judul “Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara”.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah didefenisikan sebagai rencana operasional keuangan pemerintah daerah yang menggambarkan perkiraan pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek daerah dalam satu tahun aggaran serta menggambarkan juga perkiraan penerimaan tertentu dan sumber-sumber penerimaan daerah yang menutupi pengeluaran-pengeluaran yang dimaksud.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah juga diartikan sebagai sarana atau alat untuk menjalankan otonomi daerah yang nyata dan bertanggungjawab serta memberi isi dan arti tanggung jawab Pemerintah Daerah karena APBD itu menggambarkan seluruh kebijaksanaan Pemerintah Daerah. Berbagai definisi dari para ahli dan undang-undang mengenai APBD: Menurut Undang-undang No. 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, “APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara”.
2.2 Penerimaan Daerah
Menurut PP RI No. 58 Tahun 2005 tentang penerimaan daerah adalah “Peneriman daerah adalah hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut”.
Secara umum sumber pendapatan daerah otonom adalah:
- Pendapatan asli daerah,
- Dana perimbangan merupakan dana yang bersumber dari penerimaan anggaran pendapatan belanja negara yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah yang terdiri atas, dana alokasi umum, dana alokasi khusus,dana bagi hasil pajak,dan dana bagi hasil sumber daya alam,
- Lain-lain pendapatan daerah yang sah, terdiri dari hibah, dana darurat, dana otonomi khusus, serta bantuan dari provinsi atau daerah lain,
- Penerimaan pembangunan sebagai komponen yang bersumber dari pinjaman pemerintah daerah,
- Dana sektoral, jenis dana ini tidak dimuat dalam anggaran pendapatan belanja daerah namun masih merupakan bagian dari sumber penerimaan daerah.
2.3 Transfer pemerintah Pusat – Dana Perimbangan
Dalam rangka menciptakan suatu sistem perimbangan keuangan yang profesional, demokratis, adil, dan transparan berdasarkan atas pembagian pemerintahan antara pemerintah pusat dan daerah, maka diundangkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Undang-Undang tersebut antara lain mengatur tentang dana perimbangan yang merupakan aspek penting dalam sistem perimbangan antara pemerintah pusat dan daerah. Dana perimbangan merupakan sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintahan daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi kepada daerah, yaitu terutama peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik.
Dana Alokasi Umum merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemeratan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (UU No. 33 tahun 2004).
Dana Bagi Hasil Pajak adalah bagian daerah yang berasal dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri, dan Pajak Penghasilan Pasal 21.
Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Adalah bagian daerah yang berasal dari penerimaan sumber daya alam kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan pertambangan panas bumi.
2.4 Belanja Modal
Menurut Halim (2004: 73), “Belanja Modal merupakan pengeluaran pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi umum”.
Belanja Modal yang dilakukan oleh pemerintah daerah diantaranya pembangunan dan perbaikan sektor pendidikan, kesehatan, transportasi, sehingga masyarakat juga menikmati manfaat dari pembangunan daerah. Tersedianya infrastruktur yang baik diharapkan dapat menciptakan efisiensi dan efektifitas di berbagai sektor, produktifitas masyarakat diharapkan menjadi semakin tinggi dan pada gilirannya terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Pembangunan dalam sektor pelayanan kepada publik akan merangsang masyarakat untuk lebih aktif dan bergairah dalam bekerja karena ditunjang oleh fasilitas yang memadai selain itu investor juga akan tertarik kepada daerah karena fasilitas yang diberikan oleh daerah.