Renungkanlah |
Walaupun
kita sering berguru pada Muhammad SAW tentang ketulusan jiwa, menyimak
wejangan kelembutan dari Isa Almasih, berdiskusi tentang bagaimana
menjadi orang bijak pada Sidharta Budha Gautama, atau sesekali asyik
masyuk merasakan mahabbah dengan Rummi, menghayati kepedihan dan
menerbangakan angan-angan dibawah bimbingan Kahlil Gibran, dan banyak
tokoh lain, tapi mengapa keakraban kita dengan meraka tidak pernah
berbuah pada tingkah laku berbangsa atau bernegara? mengapa justru
perilaku kita sangat dekat dengan machiavelli, mussolini, hitler,
dasarmuka, mak lampir dan tokoh-tokoh bengis lain?
atau
mungkin keindahan dunia dan kebaikan manusia hanya ada di syair para
penyair, di angan-angan kaum pecinta, goresan kuas para pelukis, di
suara merdu bak buluh perindu para penyanyi, di kepusingan kaum filosof,
dalam rumus-rumus memabukan kaum cerdi-pandai? sebab cinta, keindahan
dunia, kebaikan manusia tak pernah hadir dalam diri kita. senantiasa
kita melihat amuk dendam, api peperangan, ambisi, tirani, mantra-mantra
membius dan memabukkan para politisi dan jendral peperangan, yang semua
itu tidak indah, tidak baik dan tidak sesuai dengan hakekat cinta.
Bisa
jadi kita terlalu repot mendefinisikan cinta, sibuk menghabiskan
berlembar-lembar kertas, berliter-liter tinta untuk merangkai keinginan
atau dambaan mengenai kehidupan nan indah, yang kemudian kita simpulkan
sendiri sebagai hakekat cinta dan keindahan, keluhuran dan kebaikan?
Manusia
yang sejak semula sudah akrab dengan kekerasan, setan menipu adam,
pembunuhan antar dua putra adam, dan berbagai kekerasan lain yang selalu
menyertai perjalanan kehidupan manusia, membuat manusia berkhayal
membayangkan keindahan, membayangkan kehidupan tanpa kekerasan,
membayangkan kekuatan cinta yang dapat membuat manusia berhati suci
seperti malaikat.
Jika
agama telah menjadi dogma-dogma, maka doa-doa akan kehilangan makna.
Jika cinta sudah menjadi rumus-rumus logika, maka kasih sayang akan
terpenjara. Jika agamawan selalu menganggap orang lain kotor, maka
kesucian hanyalah bahan gurauan. Jika kaum lelaki menganggap kaum wanita
adalah tubuh tanpa rasa, maka akal sehat sudah terbekukan, dan jika
kaum wanita menganggap lelaki adalah mesin, maka kelembutan sudah tidak
berarti. Jika penguasa menganggap rakyat adalah massa, maka hukum akan
slalu di ludahi. Jika kaum politisi menilai manusia hanyalah deretan
kepala, maka kebenaran hanyalah fatamorgana. Dan jika cinta sudah di
anggap barang dagangan, maka dunia sudah berada di ujung kehancuran..!!!